Skip to main content

Revolusi Taman Baca Iqra' 3.0

Seperti dunia industri yang mengalami revolusi, bahkan kini sudah sampai di revolusi industri 4.0. Taman Baca Iqra' pun dalam perjalanannya sudah mengalami perubahan setidaknya sebanyak 3 kali. Meskipun perubahannya tidak sesignifikan revolusi industri.



Sejak Kapan Taman Baca Iqra' Ada?

Ini salah satu pertanyaan dari netizen yang kemarin sempat mampir di WA. Dari pertanyaan ini pula lah, kemudian aku bernostalgia dengan masa lalu. #eaa

Jadi sahabat sophie, Taman Baca Iqra' pertama kali tercetus dan kemudian berdiri di kala aku SD. Lupa sih kapan tepatnya, lupa juga saat aku kelas berapa. Pokoknya, diusiaku yang masih muda belia dan unyu-unyu kekeke, saat itu jiwa sociopreneurku sudah mulai bertumbuh. 

Bermodal buku bacaan yang kupunya, dukungan orang tua, dan semangat membara #ceile saat itu aku membuka Taman Baca Iqra'. Sebut saja TBI 1.0. Sayangnya, di jaman itu, belum terpikir untuk mendokumentasikannya karena HP pun belum ada fitur kamera. Wadaw keliatan angkatan tua ya. 

Aku pun lupa, karena sebab apa TBI 1.0 kemudian sirna. Hilang begitu saja. Rak bukunya lenyap entah kemana. Hanya tersisa buku-bukunya yang mendekam di kardus dan teronggok begitu saja di gudang. Menyedihkan, bukan?

Kapan TBI Mulai Dibangkitkan Lagi?

Waduh, serem banget ya pertanyaannya. Tapi, Taman Baca Iqra' memang mengalami mati suri yang cukup lama. Semasa aku SMP, SMA, bahkan kuliah, sama sekali tak pernah tergerak diri ini untuk menghidupkannya lagi. Aku terlalu asik dengan kegiatan lain.

Barulah setelah lulus kuliah, berarti sekitar 10 tahun kemudian, Taman Baca Iqra' 2.0 mulai hadir. Masih dengan koleksi buku yang sama dengan TBI 1.0 karena aku memanfaatkan apa yang masih tersisa. Terlebih, aku merasa cemburu. Cemburu pada Sarah si anak SD yang dulu punya semangat luar biasa untuk berbagi. Terus selama 10 tahun kamu kemana? Entahlah.

Berhari-hari aku menyusun kembali Taman Baca Iqra'. Dengan spirit yang sama, mengajak masyarakat khususnya anak-anak untuk gemar membaca. 

Sayangnya, tak lama setelah TBI 2.0 hadir, aku tak lagi bisa membersamainya tumbuh dan berkembang. Karena saat itu, aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan study ke Taiwan selama 2 tahun.

Akhirnya, TBI 2.0 pun tumbuh tanpa pendampingan, bahkan bisa dikatakan mengalami gizi buruk. Meskipun sesekali aku masih mendapat laporan dari ibu, bahwa ada anak-anak yang masih asik dan menikmati sudut baca di teras rumah kami. Tapi ya begitulah kondisinya. Ala kadarnya.

Revolusi Taman Baca Iqra' 3.0 pun Terjadi

Lalu, sepulang dari Taiwan apakah revolusi berlangsung dengan cepat dan lancar? Tentu saja tidak Ferguso! Si Sarah yang konon orangnya semangat itu, dia juga punya masa-masa kelabu hehehe. Sepulang dari Taiwan, meskipun sempat beberapa bulan tinggal di rumah, bahkan Taman Baca Iqra' yang letaknya di teras rumah itu sangat jarang ia kunjungi. Ia biarkan mangkrak begitu saja. Kemudian Allah mendamparkannya ke Jogja selama 3 bulan. Barulah, ketika Allah mendamparkannya kembali ke rumah, revolusi TBI 3.0 dimulai.

Tepat tanggal 1 Mei 2019, Allah mendamparkannya kembali ke rumah. Kenapa? Salah satu alasannya karena kosan di Jogja sudah jatuh tempo wkwkwk. 

Pulang kali ini, aku ingin mengukir sejarah #asek. Karena aku benar-benar tidak tahu, setelah ini Allah akan mendamparkanku kemana lagi. Sungguh aku berpasrah, kemanapun, kemanapun Allah akan mendamparkanku, semoga semakin mendekatkanku padaNya, semakin meningkatkan keimana dan ketaqwaanku. Dan selama aku terdampar di rumah, semangat untuk membangkitkan lagi TBI semakin menyala-nyala. Karena kalo tidak segera dimulai, entah di lain waktu apakah aku masih punya kesempatan seleluasa sekarang ini.

Melihat Taman Baca Iqra' yang kian reyot rak bukunya, sungguh aku tak tega. Tapi membeli yang baru pun aku belum mampu LoL. Akhirnya, aku minta tolong adikku untuk menggergaji 2 rak terbawah. Sisalah 3 rak teratas, kemudian memposisikannya horizontal, bukan vertikal lagi. Mendadak aku merasa kreatif! hihihi Waktu itu udah mau kubuang aja niatnya, tapi bingung mau dibuang kemana rak bukunya, males banget gotong-gotongnya!

Setelah jadi, aku menemukan rak buku tua yang sudah tak terpakai di rumah. Komplit sudah, jadi punya 2 rak untuk TBI 3.0. Kemudian aku bersihkan buku-bukunya. Aku cek lagi koleksinya. Ternyata, banyak yang hilang dan rusak. Maklum sih, hitungannya kan sudah sekitar 12 tahun ya berarti buku-bukunya. Bayangkan, kalo semisal nih, buku-buku itu terus-terusan dibaca sama para pengunjung TBI 2.0, pasti bertambah hari bertambah lecek, kumel, bahkan mungkin jilidannya lepas, sobek, atau coplok kan ya? Aku sih positive thinking aja. Cuman, dari situ aku merasa sedih. 2 Rak bukuku ternyata melompong! Kosong! 

Gerakan Sedekah Buku

Dan bukan dengan tiba-tiba, semangat membangkitkan lagi Taman Baca Iqra' ini muncul. Bahkan sejak aku tinggal di Jogja, sudah mulai kusiapkan rencana taktis strategisnya. Tapi ya itu, terlalu banyak alasan untuk menunda-nunda. Barulah ketika benar-benar full time stay di rumah, satu per satu dibenahi.

Bermula dari nyicil pesan banner ketika aku masih tinggal di Jogja. Kemudian ketika fix mulai tinggal di rumah, barulah mbenerin rak buku dan pasang bannernya.

Untuk mengisi rak buku yang kosong itu, aku tidak begitu khawatir. Karena aku percaya, semangat kebaikan itu menular! Sudah kusiapkan poster untuk merangkul masyarakat untuk berbagi melalui sedekah buku. Alhamdulillah responnya positive. Dari pelajar, pemuda/i, bahkan sesepuh ikut berpartisipasi. Masyaa Allah, tabarakallah.

Seperti apa positive vibe dari gerakan sedekah buku ini? In syaa Allah di tulisan selanjutnya ya!




Comments

Popular posts from this blog

Resume Tafsir QS Al Mulk Ayat 1-4 Tafsir Al Azhar

Setelah membaca tafsir Al Azhar pada bagian surat Al Mulk ayat 1-4, ada beberapa hal yang aku highlight. Aku tulis di sini agar lain waktu bisa dibaca kembali resumenya. Semoga juga bermanfaat untuk pembaca 🤗 1 . Mahasuci Dia yang di dalam tanganNya sekalian kerajaan dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan. Kekuasaan yang kekal hanyalah milik Allah. Sedang kekuasaan yang ada pada manusia (jabatan/amanah) hanyalah pinjaman dari Allah. Kapan saja bisa Allah ambil. Karena itu sangat rugi jika kekuasaan digunakan untuk keburukan. Allah maha penentu segala sesuatu yang di langit dan di bumi. Di sini relate juga dengan sains, bahwa dengan menggali rahasia alam semesta kita bisa mendapat pengetahuan tentang segala yang dilihat, didengar, dan diselidiki. Sehingga semakin paham juga mengenai takdir. Bahwa alam semesta ini Allah takdirkan mengikuti ketentuan Allah, saling berhubungan satu dengan yang lainnya.  Segala sesuatu Allah ciptakan dan atur mengikuti sunatullah. Seperti ra

Filosofi Pupus: Hakikat Pupus adalah Bertumbuh

Assalamu'alaikum Sahabat Sophie 😉 Hakikat pupus adalah bertumbuh Kadang aku geli sendiri sama hal-hal yang datang dan pergi tanpa permisi. Datangnya bikin terkejut bahagia, tapi siapa sangka kalau perginya bikin lebih terkejut lagi. Apa iya hidup sebercanda ini? Kadang aku sampai mikir kaya gitu. Meskipun sampai saat ini masih meyakinkan diri, Nggak kok, hidup nggak sebercanda itu, pastilah ada yang sedang Ia rencanakan. Kamu nggak ngerti aja mekanisme kerjaNya untuk memberikan yang terbaik versiNya. Benar-benar unpredictable dan waw banget gitu loh. Maka benar adanya, kita sebagai seorang hamba, harus terus meminta, agar diistiqomahkan dalam menjaga hati, karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu) Selanjutnya, bagaimana kita menjaga hati dan diri agar tak gentar. Seperti lirik lagunya Abbey dan Zoe bareng Bapaknya yang berjudul Pel

Yakinlah, Semua Indah pada Waktunya

Wisuda? alah itu hal biasa, pikirku. Saat itu aku santai-santai aja, bahkan jika harus menunda wisuda, rasanya tak apa. Pertama, ada tanggung jawab moral untuk nungguin dia, gak enak kalo wisuda duluan, padahal dia belum pendadaran. Dia? siapa sih? Yaps, dia adalah partner skripsian saya. Waktu saya sidang duluan aja, saya gak tega sebenernya, sidang duluan sedang dia masih berkutat dengan analisis. Pasca saya sidang, saya pun bisa membaca wajahnya yang begitu sedih dan mungkin marah, karena itulah setelah sidang saya justru sibuk nyariin dia yang entah ilang kemana.  Tapi, kalo saya gak segera yudisium, itu berarti harus bayar SPP lagi, saya sungkan kalo harus minta orang tua buat bayar SPP lagi, apalagi di semester delapan saya harus bayar SPP dan BOP karena gak dapet beasiswa lagi untuk semester itu. Mungkin karena IP semester sebelumnya untuk syarat beasiswa juelek banget, jadi gak lolos seleksi. Hihihihi semester berapa itu, saya lupa, pokoknya IP saya dua koma gitu deh