Skip to main content

Student Life

Sayang sekali kalo long week end ini tidak ada update-an di blog hehehe. Sejak Kamis sampai besok Ahad alhamdulillah libur, libur nasional karena Mid Autumn Festival. Hari ini, saya ingin berbagi tentang student life. Ph.D. student khususnya, iya kali ini aku mau cerita tentang dia :)

Pertama bertemu beliau adalah awal Sepetember lalu, tepatnya tanggal 5 September. Sebuah takdir yang mempertemukan kami, karena ternyata kami tinggal di kos yang sama, satu lantai di lantai pertama, dan kamar kami hadap-hadapan. FYI, di sini semua rumah vertikal dan kami tinggal di rumah dengan 10 lantai. Kosannya juga campur, beda dengan Jogja yang ada kos putra dan putri. 

Pagi menjelang siang itu, beliau mengetuk kamar kami --aku punya roomate di sini, biar lebih hemat hahaha-- menanyakan tentang bagaimana cara menyambungkan internet di kamar. Pas itu juga deh kami kenalannya :) Setelah dijelasin caranya adalah bla bla bla dan kelar, entah gimana ceritanya kami kok lanjut sepedaan berdua. Ihhh seneng deh siang itu, setelah dipehapein Ms April yang katanya mau ngeguide aku sepedaan keliling kampus, ternyata malah belum bangun sampai sesiang itu. Bak dapat durian runtuh, gak jadi jalan sama Ms April, dapat teman sepedaan yang sehati #eaa.

Tujuan utama kami adalah menyambangi departemen kami masing-masing. Lah ternyata kok ya deketan, hanya dipisahkan danau saja. Kami masih serumpun, sama-sama belajar fisika, hanya peminatannya yang berbeda. Beliau belajar optik dan saya non-equilibrium Physics.

Anyway, kenapa saya tetiba pengen cerita tentang beliau karena saya pernah ditegur sama Bapak dosen pembimbing saya di S1. "Nama saya kok gak ada gelarnya? Saya sih gak masalah, tapi bisa dimarahin istri saya nanti kalau ketahuan." Sekiranya begitu ucapan beliau waktu itu, dan saya masih gak peka dengan maksud Bapak. Melihat wajah saya yang menuntut penjelasan lebih, beliau pun bilang, "Untuk dapat gelar ini, istri dan anak saya tak tinggal 3 (lupa 3 atau 4 ya???) tahun ... ." Saya pun mengerti apa maksud Bapak. Tapi, baru disinilah, setelah saya bertemu dengan mba Farida ini, saya baru paham dan bisa sedikit merasakan, kenapa Bapak sampai berkata seperti itu.

Perkenalkan ya, sosok yang sedari tadi kusebut dia ini adalah mba Farida. Dipanggilnya mba, sesuai requestan beliau, biar lebih akrab dan kalau sudah di Indonesia bisa tetep akrab, katanya. Beliau adalah dosen ITS, seorang istri, ibu, juga Ph.D student sekarang ini. 
Dulu, sempat bertanya-tanya, kalau udah nikah boleh gak ya lanjut lagi sama suami? Mau gak ya dia nemenin belajar? Atau dia yang belajar aku ngikut aja, mendampingi dia gitu~~~ atau  kita belajar bareng aja? Nyari jalan tengah hahaha dia again, kalau yang ini dia-nya mah masih abstrak. Banyak deh pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya hanya perlu dijawab sendiri, karena yang mau ditanyain belum ada kekekeke.

Kembali ke mba Farida ya, suami beliau kerja di Industri. I believe, he totally suport her study. Rencananya, setelah ARC jadi beliau akan memboyong suami dan tiga buah hatinya ke sini. FYI anak-anaknya masih kecil-kecil, yang paling gede umur 6 tahun dan yang paling kecil baru 8 bulan.

Kecintaannya pada ilmu, membuatnya rela jauh dari anak dan suami untuk sementara waktu. Dan itu berat! Aku bisa merasakannya waktu kemarin mba Farida numpang internetan di kamarku untuk video call dengan anak-anaknya. Ya Allah, mereka bertiga semuanya kekejer nangisnya, tanya, "Bunda dimana? Kok gak pulang-pulang? ngapain aja toh?" dan yang paling menusuk adalah ketika sang kakak bilang, " Buya, Bunda ini gak sayang sama anak-anaknya. Lihat Buya, Bunda gak nangis. Bunda, Bunda gak kangen o sama kita? Aku kangen Bunda, Bunda gak kangen o sama kita?" --dan sekarang aku ngetik ini aja malah nangis sendiri--. Aku sama Astrid yang waktu itu liat anak-anaknya nangis dan denger percakapannya aja gak kuat, meleleh kami. Tapi beliau tetap setrong, dengan tabah dan sabar menenangkan anak-anaknya. Aku tak melihat air matanya menetes, bukannya dia tidak menangis, tapi dia sedang mengajarkan pada kita semua untuk kuat. 

Dan saya baru paham, kenapa waktu itu Bapak menegur saya. Ini alasannya.

***
Beliau ini seperti kakak, guru, juga orang tua bagiku. Tempat sharing tentang fisika, budaya, hingga kehidupan. Yang dengan sabar dan tlaten masakin kami, sesekali nraktir --padahal sama-sama belum punya duit sekarang ini--, ngingetin dan ngajak solat jamaah, juga berbagi kebaikan lainnya.

Hanya doa terbaik yang bisa kupanjatkan, semoga kita di sini senantiasa diberikan kemudahan dan kelancaran dalam mencari ilmu. Semoga kita termasuk pejuang fi sabilillah yang diridhoi Allah. Untuk keluarga di rumah, semoga selalu sehat dan berlimpah keberkahan. Hingga saatnya nanti bisa berkumpul kembali, semoga kita dipertemukan dalam keadaan yang lebih baik. 

Sebagai pengingat agar tetap semangat, dua hadist ini bisa kau ingat lekat-lekat! #talktomyself
"Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang." (HR Tirmidzi)
dan
"Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu, niscaya Allah mudahkannya ke jalan menuju surga." (HR Tirmidzi)
Ingat pula nasihat Imam Syafi'i berikut ini:
Kehidupan pemuda -demi Allah- adalah dengan mencari ilmu dan bertaqwa, bila keduanya tak mewujud, maka tak ada yang menandai keberadaannya. 
Salah satu yang menjadikan seseorang mulia dibandingkan dengan yang lain adalah keilmuan yang dimilikinya. Orang yang berilmu akan diakui keberadaannya, bahkan dia hidup lebih lama dari usia hidupnya di dunia. Meskipun telah tiada, keberadaanya masih tetap ada melalui wasilah ilmu yang dimilikinya. [1]

----------------------------------------------------------------------------
refrensi
[1] dari sini
----------------------------------------------------------------------------
17:17 waktu Taiwan
Ditemani rinai hujan yang tak kunjung berhenti sejak semalam

Comments

Popular posts from this blog

Resume Tafsir QS Al Mulk Ayat 1-4 Tafsir Al Azhar

Setelah membaca tafsir Al Azhar pada bagian surat Al Mulk ayat 1-4, ada beberapa hal yang aku highlight. Aku tulis di sini agar lain waktu bisa dibaca kembali resumenya. Semoga juga bermanfaat untuk pembaca 🤗 1 . Mahasuci Dia yang di dalam tanganNya sekalian kerajaan dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan. Kekuasaan yang kekal hanyalah milik Allah. Sedang kekuasaan yang ada pada manusia (jabatan/amanah) hanyalah pinjaman dari Allah. Kapan saja bisa Allah ambil. Karena itu sangat rugi jika kekuasaan digunakan untuk keburukan. Allah maha penentu segala sesuatu yang di langit dan di bumi. Di sini relate juga dengan sains, bahwa dengan menggali rahasia alam semesta kita bisa mendapat pengetahuan tentang segala yang dilihat, didengar, dan diselidiki. Sehingga semakin paham juga mengenai takdir. Bahwa alam semesta ini Allah takdirkan mengikuti ketentuan Allah, saling berhubungan satu dengan yang lainnya.  Segala sesuatu Allah ciptakan dan atur mengikuti sunatullah. Seperti ra

Filosofi Pupus: Hakikat Pupus adalah Bertumbuh

Assalamu'alaikum Sahabat Sophie 😉 Hakikat pupus adalah bertumbuh Kadang aku geli sendiri sama hal-hal yang datang dan pergi tanpa permisi. Datangnya bikin terkejut bahagia, tapi siapa sangka kalau perginya bikin lebih terkejut lagi. Apa iya hidup sebercanda ini? Kadang aku sampai mikir kaya gitu. Meskipun sampai saat ini masih meyakinkan diri, Nggak kok, hidup nggak sebercanda itu, pastilah ada yang sedang Ia rencanakan. Kamu nggak ngerti aja mekanisme kerjaNya untuk memberikan yang terbaik versiNya. Benar-benar unpredictable dan waw banget gitu loh. Maka benar adanya, kita sebagai seorang hamba, harus terus meminta, agar diistiqomahkan dalam menjaga hati, karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu) Selanjutnya, bagaimana kita menjaga hati dan diri agar tak gentar. Seperti lirik lagunya Abbey dan Zoe bareng Bapaknya yang berjudul Pel

Yakinlah, Semua Indah pada Waktunya

Wisuda? alah itu hal biasa, pikirku. Saat itu aku santai-santai aja, bahkan jika harus menunda wisuda, rasanya tak apa. Pertama, ada tanggung jawab moral untuk nungguin dia, gak enak kalo wisuda duluan, padahal dia belum pendadaran. Dia? siapa sih? Yaps, dia adalah partner skripsian saya. Waktu saya sidang duluan aja, saya gak tega sebenernya, sidang duluan sedang dia masih berkutat dengan analisis. Pasca saya sidang, saya pun bisa membaca wajahnya yang begitu sedih dan mungkin marah, karena itulah setelah sidang saya justru sibuk nyariin dia yang entah ilang kemana.  Tapi, kalo saya gak segera yudisium, itu berarti harus bayar SPP lagi, saya sungkan kalo harus minta orang tua buat bayar SPP lagi, apalagi di semester delapan saya harus bayar SPP dan BOP karena gak dapet beasiswa lagi untuk semester itu. Mungkin karena IP semester sebelumnya untuk syarat beasiswa juelek banget, jadi gak lolos seleksi. Hihihihi semester berapa itu, saya lupa, pokoknya IP saya dua koma gitu deh