Skip to main content

Mountain Sickness

Berlibur ke dataran tinggi, pasti menyenangkan! Suguhan petualangan seru, pemandangan kece, juga teman perjalanan yang care bisa kita dapatkan. Tapi, persiapan maksimal pun harus disiapkan juga. Termasuk bekal pengetahuan tentang pendakian. Salah satunya yaitu pengetahuan seputar kesehatan. Anyway, yang paling sering terjadi pada orang-orang yang pergi ke dataran tinggi adalah Acute Mountain Sickness (AMS). Bagi para pendaki ulung mungkin sudah familier, tapi untuk para pemula mungkin saja masih asing. Well, sahabat Sophie, yuk kita kenali apa itu AMS! Agar perjalanan mendaki gunung lewati lembahnya lebih aman dan menyenangkan.

Apa itu Acute Mountain Sickness atau AMS? 

Secara singkat, AMS terjadi ketika seseorang tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup ketika berada di dataran tinggi. Biasanya ini terjadi pada seseorang yang tidak atau belum terbiasa dengan dataran tinggi, tiba-tiba langsung pergi ke dataran tinggi, biasanya muncul pada ketinggian di atas >2500 meter di atas permukaan laut.  

Seberapa tinggi kita bisa sebut “dataran tinggi”?

Dalam dunia kedokteran yang berkaitan dengan penyakit di pegunungan, dataran tinggi didefinisikan dengan ketinggian sebagai berikut: 

High altitude: 1500 – 3500 meter di atas permukaan air laut. 
Very high altitude: 3500 – 5500 meter di atas permukaan air laut. 
Extremely high altitude: >5500 meter di atas permukaan air laut. 

Namun demikian, biasanya AMS jarang terjadi di ketinggian di bawah 2500 meter di atas permukaan air laut. 

Mengapa bisa terjadi Acute Mountain Sickness? 

Setiap orang yang pergi ke dataran tinggi memang wajar akan mengalami beberapa perubahan fisiologis seperti: hiperventilasi (nafas menjadi lebih cepat, dalam atau keduanya), nafas pendek ketika lelah, perubahan pola bernafas pada saat malam hari, terbangun tiba-tiba di malam hari, berkemih menjadi lebih sering. 

Ketika seseorang mendaki ke atmosfer yang lebih tinggi, tekanan barometrik menurun sehingga dalam setiap satu kali bernafas, molekul oksigen yang ada menjadi lebih sedikit di setiap ketinggian. Oleh karena itu, secara alamiah seseorang akan lebih berusaha mendapatkan banyak oksigen dengan bernafas lebih cepat dan lebih dalam dan biasanya lebih signifikan ketika seseorang menghabiskan lebih banyak energi, misalnya dengan mendaki lebih tinggi dibandingkan berjalan di permukaan datar. 

Secara bersamaan, nafas yang lebih sering akan menyebabkan turunnya kadar karbondioksida di dalam darah. Karbondioksida di dalam darah sendiri berfungsi penting untuk memberikan sinyal kepada otak untuk bernafas. Jadi ketika kadarnya turun, rangsangan untuk bernafas akan menjadi berkurang. Pada saat sadar, seseorang akan secara sadar bernafas karena merasa kekurangan oksigen. Tetapi, pada saat tidur, pola pernafasan akan berubah karena adanya usaha untuk menyeimbangkan dua sinyal di atas. Pola pernafasan ini biasa disebut dengan pernafasan periodik di mana terjadi siklus bernafas yang melambat, kemudian berhenti, dan kembali bernafas cepat yang hanya terjadi sebentar. Berhentinya bernafas biasanya selama 10 – 15 detik. Fenomena ini bukan AMS, biasanya akan membaik selama proses aklimatisasi tetapi tidak akan benar-benar menghilang sampai seseorang turun ke dataran rendah. 

Tubuh seharusnya dapat menyesuaikan kadar oksigen yang lebih tipis dengan proses aklimatisasi. Proses aklimatisasi yaitu proses di mana tubuh seseorang menyesuaikan dengan ketersediaan oksigen yang menurun di daerah dataran tinggi. Oleh karena itu, seseorang yang akan pergi ke dataran tinggi dianjurkan untuk pelan-pelan menapaki ketinggiannya, bukan langsung mendarat di ketinggian tertentu sehingga membuat badan kaget. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala AMS.     

Apa tanda-tanda seseorang terkena Acute Mountain Sickness? 

Gejala-gejala bisa muncul mulai dari ringan sampai berat. Berdasarkan konsensus Lake Louise, AMS adalah sebuah spektrum penyakit di mana ada beberapa tahap dan perbedaan keparahannya.

Gejala Acute Mountain Sickness (AMS)
Muncul ketika seseorang baru saja sampai di ketinggian yang baru. Sakit kepala dan sedikit satu di antara gejala-gejala di bawah ini:
-Mual dan muntah, hilangnya nafsu makan.
-Lemas.
-Pusing-pusing. 
-Sulit tidur. 

Gejala High Altitude Cerebral Edema (HACE)
Dianggap versi AMS yang parah. Muncul ketika seseorang baru saja sampai di ketinggian yang baru. Hal-hal yang dapat terjadi:
-Perubahan status kesadaran dan/atau ataksia (ketidakseimbangan koordinasi gerak) pada seseorang yang diduga terkena AMS.
-atau, adanya perubahan kesdaran dan ataksia (ketidakseimbangan koordinasi gerak) pada seseorang yang diduga terkena AMS. 

Gejala High Altitude Pulmonary Edema (HAPE)
Muncul ketika seseorang baru saja sampai di ketinggan yang baru dengan gejala sebagai berikut:
Gejala: setidaknya dua gejala dari:
-sulit bernafas ketika istirahat.
-batuk-batuk. 
-dada terasa tidak enak (rasa tertekan). 
-kemampuan tubuh yang menurun / lemah. 
Tanda: setidaknya dua tanda dari: 
-Ada suara wheezing (mengik) atau crackles dari salah satu lapang paru. 
-Sianosis sentral. 
-Takipnoe. 
-Takikardia.   

Bagaimana mengetahui seseorang terkena AMS? 

Kuncinya dari AMS adalah: bila seseorang merasa tidak enak/sakit, anggaplah mereka terkena serangan AMS sampai terbukti sebaliknya. Dalam menentukan apakah seseorang terkena AMS atau tidak, pertama: Jangan anggap remeh sakit kepala anda. Seringkali, seseorang tidak ingin mengakui dia terkena sakit kepala atau takut bahwa ternyata dia terkena serangan AMS. Bila anda sakit kepala, besar kemungkinannya anda terkena serangan AMS. Terutama ketika anda baru saja sampai di ketinggian baru. 

Untuk menentukan seseorang terkena HACE mungkin akan lebih sulit. Tapi hal ini dapat dinilai dari perubahan kesadaran seseorang baik cara dia berprilaku atau berpikir. Ataksia atau ketidakseimbangan koordinasi gerak biasanya mirip dengan gerakan seseorang ketika berada di bawah pengaruh alkohol. Tes ataksia dapat dilakukan dengan mudah. Bila salah seorang anggota kru anda diduga mengalami gejala HACE, dia tidak akan dapat berjalan lurus dengan satu telapak kaki di depan telapak kaki lainnya di atas garis lurus. 

Terkadang gejala-gejala HAPE sulit dibedakan dengan gejala pneumonia maupun asma. Demam dan dahak tidak bisa menjadi pembeda antara kedua gejala ini. Tetapi biasanya pneumonia tidak akan membaik pada saat seseorang turun dari ketinggiannya. Sedangkan asma biasanya akan membaik dengan pengobatan asma. 

Untuk semuanya yang harus diingat adalah: SEGERA TURUN bila dicurigai anda terkena serangan AMS! 

Bagaimana menanggulangi AMS? 

Kunci penanggulangan AMS sebetulnya sederhana saja. Pertama, istirahat. Kedua, analgesik (obat penghilang nyeri). Ketiga, jaga asupan cairan. Ketika anda sakit, paling baik adalah segeralah turun. Berhenti dan istirahat ketika anda mulai merasa tidak nyaman. Perbaikan biasanya akan muncul 1-2 hari. Paling lama mungkin bisa mencapai 4 hari. 

Adapun dari dokter, cara-cara penanggulangan AMS: 
 1. Turun Segera 
(+) Gejala-gejala akan membaik cepat, biasanya dalam beberapa jam.
(-) Misi naik gunung anda akan tertunda atau sulitnya turun karena cuaca jelek maupun karena malam hari. Perlu anggota lain untuk menemani. 

2. Istirahat di Ketinggian yang Sama 
(+) Mengusahakan proses aklimatisasi di ketinggian yang sama sehingga misi hanya tertunda beberapa waktu.
(-) Gejala-gejala biasanya baru akan hilang dalam 24 – 48 jam. 

3. Istirahat dan minum Acetazolamide 
(+) Gejala-gejala dapat hilang dalam 12 – 24 jam.
(-) Efek samping obat.

4. Istirahat dan minum Deksametason 
(+) Biasanya gejala-gejala akan hilang dalam beberapa jam. Minim efek samping dan murah.
(-) Biasanya malah akan menyembunyikan gejala sehingga seseorang mengira dia merasa lebih baik dan dapat melanjutkan perjalanan sesegera mungkin. Proses aklimatisasi sebetulnya tidak berjalan. 

5. Istirahat dan minum Acetazolamide dan Deksametason 
(+) Gejala cepat berkurang karena deksametason dan ada efek proses aklimatisasi dari acetazolamide.
(-) Kemungkinan terjadi efek samping acetazolamide dan gejala yang tersembunyi karena efek deksametason. 

6. Terapi Oksigen Hiperbarik
(+) Gejala dapat hilang dalam hitungan menit.
(-) Mahal, kantong oksigen hiperbarik sangat menyulitkan untuk dibawa kesana kemari dan gejala dapat muncul kembali bila terapi tidak mencukupi (biasanya perlu beberapa jam).     

Catatan:
Acetazolamide adalah obat yang diberikan untuk mempercepat proses aklimatisasi seseorang. Obat ini dapat dipertimbangkan bagi seseorang yang akan pergi ke daerah dataran tinggi maupun yang mengalami gejala AMS di dataran tinggi. Tetapi ingat bahwa obat ini hanya membantu mempercepat proses 50% lebih cepat daripada biasanya. Untuk orang yang alergi sulfonamide tidak dapat meminum Acetazolamide. Efek sampingnya antara lain: kebal (baal), sensasi getar di tangan, bibir, dan kaki, dapat mengganggu indera pengecap dan telinga berdering, terkadang ada mual dan muntah juga. Selain itu setelah meminum acetazolamide, biasanya seseorang akan berkemih lebih sering. 
Deksametason adalah obat yang diberikan untuk mengurangi dan menghilangkan gejala-gejala AMS. Deksametason dapat menghilangkan gejala tetapi sama sekali tidak memberikan pengaruh pada proses aklimatisasi seseorang. Efek samping: euforia, sulit tidur, dan naiknya gula darah pada penderita kencing manis. Oksigen dapat diberikan kepada seseorang yang mengalami serangan AMS (2-4 liter/menit dengan kanul nasal) selama beberapa jam. Gejalanya biasanya dapat hilang dalam beberapa menit setelah menggunakan oksigen. Biasanya digunakan untuk kasus-kasus HACE dan HAPE. 
Terapi hiperbarik. Sekarang ada dalam bentuk kantong yang dapat dibawa ke sana ke mari. Inti dari terapi hiperbarik sebetulnya menyamakan dengan kondisi seakan-akan seseorang itu turun gunung. Sedikit dua jam diperlukan untuk terapi hiperbarik untuk mencegah gejala-gejala terulang kembali. Biasanya digunakan untuk kasus-kasus HACE dan HAPE. 

Apa yang perlu dilakukan untuk menghindari Acute Mountain Sickness? 

Bila memungkinkan, jangan menggunakan helikopter atau berkendaraan ketika menuju dataran tinggi. Mulai perjalanan anda dibawah 3000 meter dan jalan ke puncak. Bila anda harus menggunakan helikopter atau berkendaraan, usahakan jangan membuat badan anda terlalu lelah atau langsung menuju ke ketinggian yang lebih tinggi dalam kurun waktu 24 jam. Bila anda mendaki lewat dari 3000 meter, pelan-pelan tingkatkan ketinggiannya sebanyak 300 meter perhari dan untuk setiap 900 meter yang sudah anda daki, sediakanlah waktu sehari untuk proses aklimatisasi tubuh anda. 

Climb high, sleep low: Tidurlah di dataran yang lebih rendah daripada ketinggian yang anda capai setiap harinya. Bila anda mendaki lewat dari 300 meter setiap harinya, carilah lokasi untuk beristirahat di ketinggian yang sedikit lebih rendah setelahnya. Bila anda mulai mengalami gejala-gejala AMS, berhentilah mendaki untuk sementara waktu sampai gejala-gejala berkurang. Bila gejalanya terus muncul atau menjadi lebih parah, segeralah turun gunung. Bila anda bepergian dalam sebuah kelompok, pastikan setiap orang mengalami proses aklimatisasi yang cukup sebelum mendaki lebih tinggi. 

Selalu rehidrasi. Proses aklimatisasi biasanya terjadi bersamaan dengan kekurangan cairan. Jadi konsumsi cairan (4 – 6 liter/hari) penting untuk mencegah dehidrasi. Perhatikan warna air seni anda. Bila warnanya cukup bening atau kuning pucat artinya rehidrasi anda cukup baik. Jangan terlalu bekerja keras dan membuat anda sendiri kelelahan tetapi anda harus ingat, aktivitas ringan selama siang hari lebih baik daripada tidur karena laju pernapasan yang lamban bisa memperparah gejala AMS. Hindari merokok, minum alkohol dan obat anti-depresan. Semua ini akan menyebabkan laju pernapasan melambat dan memperparah gejala AMS. Makan diet berkalori tinggi. Gamow Bag (untuk terapi hiperbarik). 

Jadi apa aturan main yang utama dari semua ini? 
GOLDEN RULE I:
Bila anda merasa tidak nyaman atau sakit di dataran tinggi, selalu anggap itu akibat dari AMS sampai terbukti sebaliknya!  

GOLDEN RULE II:
Jangan pernah lanjutkan pendakian bila anda mengalami gejala AMS.  

GOLDEN RULE III:
Bila gejala bertambah buruk, segera turun gunung!    

“Salam sehat dan selamat bertualang di singgasana dunia!” 

Sumber:
http://www.alma.nrao.edu/memos/html-memos/alma162/memo162.html#4 
http://www.webmd.com/a-to-z-guides/altitude-sickness-topic-overview?page=2 http://www.traveldoctor.co.uk/altitude.htm
https://www.tanyadok.com/artikel-kesehatan/acute-mountain-sickness-ketika-kekurangan-oksigen-menjadi-kendala

Comments

Popular posts from this blog

Resume Tafsir QS Al Mulk Ayat 1-4 Tafsir Al Azhar

Setelah membaca tafsir Al Azhar pada bagian surat Al Mulk ayat 1-4, ada beberapa hal yang aku highlight. Aku tulis di sini agar lain waktu bisa dibaca kembali resumenya. Semoga juga bermanfaat untuk pembaca 🤗 1 . Mahasuci Dia yang di dalam tanganNya sekalian kerajaan dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan. Kekuasaan yang kekal hanyalah milik Allah. Sedang kekuasaan yang ada pada manusia (jabatan/amanah) hanyalah pinjaman dari Allah. Kapan saja bisa Allah ambil. Karena itu sangat rugi jika kekuasaan digunakan untuk keburukan. Allah maha penentu segala sesuatu yang di langit dan di bumi. Di sini relate juga dengan sains, bahwa dengan menggali rahasia alam semesta kita bisa mendapat pengetahuan tentang segala yang dilihat, didengar, dan diselidiki. Sehingga semakin paham juga mengenai takdir. Bahwa alam semesta ini Allah takdirkan mengikuti ketentuan Allah, saling berhubungan satu dengan yang lainnya.  Segala sesuatu Allah ciptakan dan atur mengikuti sunatullah. Seperti ra

Filosofi Pupus: Hakikat Pupus adalah Bertumbuh

Assalamu'alaikum Sahabat Sophie 😉 Hakikat pupus adalah bertumbuh Kadang aku geli sendiri sama hal-hal yang datang dan pergi tanpa permisi. Datangnya bikin terkejut bahagia, tapi siapa sangka kalau perginya bikin lebih terkejut lagi. Apa iya hidup sebercanda ini? Kadang aku sampai mikir kaya gitu. Meskipun sampai saat ini masih meyakinkan diri, Nggak kok, hidup nggak sebercanda itu, pastilah ada yang sedang Ia rencanakan. Kamu nggak ngerti aja mekanisme kerjaNya untuk memberikan yang terbaik versiNya. Benar-benar unpredictable dan waw banget gitu loh. Maka benar adanya, kita sebagai seorang hamba, harus terus meminta, agar diistiqomahkan dalam menjaga hati, karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu) Selanjutnya, bagaimana kita menjaga hati dan diri agar tak gentar. Seperti lirik lagunya Abbey dan Zoe bareng Bapaknya yang berjudul Pel

Yakinlah, Semua Indah pada Waktunya

Wisuda? alah itu hal biasa, pikirku. Saat itu aku santai-santai aja, bahkan jika harus menunda wisuda, rasanya tak apa. Pertama, ada tanggung jawab moral untuk nungguin dia, gak enak kalo wisuda duluan, padahal dia belum pendadaran. Dia? siapa sih? Yaps, dia adalah partner skripsian saya. Waktu saya sidang duluan aja, saya gak tega sebenernya, sidang duluan sedang dia masih berkutat dengan analisis. Pasca saya sidang, saya pun bisa membaca wajahnya yang begitu sedih dan mungkin marah, karena itulah setelah sidang saya justru sibuk nyariin dia yang entah ilang kemana.  Tapi, kalo saya gak segera yudisium, itu berarti harus bayar SPP lagi, saya sungkan kalo harus minta orang tua buat bayar SPP lagi, apalagi di semester delapan saya harus bayar SPP dan BOP karena gak dapet beasiswa lagi untuk semester itu. Mungkin karena IP semester sebelumnya untuk syarat beasiswa juelek banget, jadi gak lolos seleksi. Hihihihi semester berapa itu, saya lupa, pokoknya IP saya dua koma gitu deh