Skip to main content

Seandainya, (Setiap) Rindu Beresonansi dengan Temu

Seandainya, setiap rindu beresonansi dengan temu!

Tapi pada akhirnya, itu hanya menjadi keinginan yang mungkin tak akan terpenuhi selalu. Terlalu kecil probabilitasnya, rindu beresonansi dengan temu. Payahnya lagi, rindu sering kali datang bertubi-tubi. Belum juga selesai rindu yang lalu, bertambah dengan kerinduan yang baru. Kadang, rindunya memang melulu padamu, tapi kadang juga tidak begitu.

Jikalau ada parameter rindu, mungkin besarnya akan bisa dihitung. Kemudian, dikalkulasi total rindu yang menunpuk itu. 

Tapi, perhitungan itu sungguh menyusahkan. Bagaimana jika parameternya untuk mengkalkulasi besarnya frekuensi rindu saja? Sehingga nantinya, bisa diatur untuk menyamai frekuensi temu. Rindu-temu mari kita set pada frekuensi yang sama. Hingga akhirnya bisa diresonansikan.


 Sungguh indah mungkin, jika rindu (selalu) beresonansi dengan temu. Tapi, apakah benar begitu? Atau justru karena tingginya harapan bertemu saja, hingga asumsi resonansi keduanya dibilang indah.

Mari-mari, kita renungkan sejenak.

Aku fikir, rindu tak harus selalu beresonansi dengan temu. Kenapa begitu? Karena rindu yang selalu dipenuhi dengan temu, mungkin tak akan menghadirkan rindu berikutnya. Rindunya jadi tak spesial, karena ada anggapan probabilitas bertemunya bernilai satu. Sebut saja pasti bertemu. Tapi, dengan rindu yang tak selalu beresonansi dengan temu, justru membuat rasa itu semakin berwarna. Menjadi semakin cerah kala bersambut dengan temu, dan mungkin akan sedikit meredup, dalam penantian yang terus diliputi rindu, meski akhirnya mungkin akan paling berkilauan, saat rindu-rindu terakumulasi dan akhirnya beresonansi dengan temu.

Rindu dan temu. Keduanya adalah hal biasa. Biasa kita rasakan. Hingga akhirnya, terkadang juga menjadi biasa saja. Sekedar dirasakan, lalu terabaikan begitu saja.

Padahal, rindu dan temu adalah sesuatu yang luar biasa. Rindu, sebuah rasa yang membuat kita berkorban untuk memenuhi syarat beresonansi dengan temu. Sederhananya, rindu pada keridhoanMu. Banyaknya harapan bertemu pada keridhoan, mebuat kita terpacu, merelakan usaha terbaik untuk mencapainya. 



 



Comments

Popular posts from this blog

Resume Tafsir QS Al Mulk Ayat 1-4 Tafsir Al Azhar

Setelah membaca tafsir Al Azhar pada bagian surat Al Mulk ayat 1-4, ada beberapa hal yang aku highlight. Aku tulis di sini agar lain waktu bisa dibaca kembali resumenya. Semoga juga bermanfaat untuk pembaca 🤗 1 . Mahasuci Dia yang di dalam tanganNya sekalian kerajaan dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan. Kekuasaan yang kekal hanyalah milik Allah. Sedang kekuasaan yang ada pada manusia (jabatan/amanah) hanyalah pinjaman dari Allah. Kapan saja bisa Allah ambil. Karena itu sangat rugi jika kekuasaan digunakan untuk keburukan. Allah maha penentu segala sesuatu yang di langit dan di bumi. Di sini relate juga dengan sains, bahwa dengan menggali rahasia alam semesta kita bisa mendapat pengetahuan tentang segala yang dilihat, didengar, dan diselidiki. Sehingga semakin paham juga mengenai takdir. Bahwa alam semesta ini Allah takdirkan mengikuti ketentuan Allah, saling berhubungan satu dengan yang lainnya.  Segala sesuatu Allah ciptakan dan atur mengikuti sunatullah. Seperti ra

Filosofi Pupus: Hakikat Pupus adalah Bertumbuh

Assalamu'alaikum Sahabat Sophie 😉 Hakikat pupus adalah bertumbuh Kadang aku geli sendiri sama hal-hal yang datang dan pergi tanpa permisi. Datangnya bikin terkejut bahagia, tapi siapa sangka kalau perginya bikin lebih terkejut lagi. Apa iya hidup sebercanda ini? Kadang aku sampai mikir kaya gitu. Meskipun sampai saat ini masih meyakinkan diri, Nggak kok, hidup nggak sebercanda itu, pastilah ada yang sedang Ia rencanakan. Kamu nggak ngerti aja mekanisme kerjaNya untuk memberikan yang terbaik versiNya. Benar-benar unpredictable dan waw banget gitu loh. Maka benar adanya, kita sebagai seorang hamba, harus terus meminta, agar diistiqomahkan dalam menjaga hati, karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu) Selanjutnya, bagaimana kita menjaga hati dan diri agar tak gentar. Seperti lirik lagunya Abbey dan Zoe bareng Bapaknya yang berjudul Pel

Yakinlah, Semua Indah pada Waktunya

Wisuda? alah itu hal biasa, pikirku. Saat itu aku santai-santai aja, bahkan jika harus menunda wisuda, rasanya tak apa. Pertama, ada tanggung jawab moral untuk nungguin dia, gak enak kalo wisuda duluan, padahal dia belum pendadaran. Dia? siapa sih? Yaps, dia adalah partner skripsian saya. Waktu saya sidang duluan aja, saya gak tega sebenernya, sidang duluan sedang dia masih berkutat dengan analisis. Pasca saya sidang, saya pun bisa membaca wajahnya yang begitu sedih dan mungkin marah, karena itulah setelah sidang saya justru sibuk nyariin dia yang entah ilang kemana.  Tapi, kalo saya gak segera yudisium, itu berarti harus bayar SPP lagi, saya sungkan kalo harus minta orang tua buat bayar SPP lagi, apalagi di semester delapan saya harus bayar SPP dan BOP karena gak dapet beasiswa lagi untuk semester itu. Mungkin karena IP semester sebelumnya untuk syarat beasiswa juelek banget, jadi gak lolos seleksi. Hihihihi semester berapa itu, saya lupa, pokoknya IP saya dua koma gitu deh