Skip to main content

Ikan-ikan #2

Hari ini semua masih berdebu, bahkan kolam tempat koi-koi mungilku berenang bersenang-senang juga masih berdebu. Pinggiran kolam yang asyik buat duduk santai sembari kakiku nyemplung ke air, kini tak lagi nyaman untuk bersantai. Masih berdebu.

Tapi, debu yang berterbangan di bumi Jogja, tak menyurutkan semangat mereka yang wisuda kemarin. Koi-koi mungil, tahu kah kau, seseorang yang pernah kuceritakan padamu dulu? Dia yang memiliki lintasan edarnya sendiri, membuat susah ditemui. Kemarin aku bisa mengorbit pada lintasan yang sama dengannya! Aku bertemu dia.

Benar, Koi, ia sibuk dengan serempang kuning itu. Samir wisuda.

Sebuah kejutan istimewa aku bisa menemukannya ditengah lautan manusia yang memenuhi GSP kemarin itu. Aku mencari seseorang yang sudah kujanjikan untuk kutemui saat ia wisuda, tapi tak dinyana, saat aku bingung mencarinya, aku bertemu seseorang yang sangat istimewa. Seseorang yang tak pernah kutahu rimbanya. Yang hari itu pun aku tak tahu dia juga wisuda.

Terlampau bahagia bisa bertemu dengannya lagi. Aku bingung untuk berkata-kata saat itu. Hingga yang terucap dari bibirku, "Kamu wisuda hari ini?" dan jelas-jelas dia memakai toga, topi wisuda, samir, ijazah di tangannya. "Enggak, besok kok," lalu dia tertawa, lebih tepatnya menertawakan pertanyaan konyolku. "Ya iya to, la terus ngapain pake ginian ga wisuda?" dia menunjukkan baju toganya.

Bodoh sekali, menanyakan sesuatu yang jelas jawabannya, sesuatu yang tak perlu dijawab. Memalukan.

Aku masih tertegun pada takdir yang mempertumukan aku dan dia hari itu. Ada banyak hal yang ingin kutanyakan, kunyatakan, kuceritakan, tapi mulutku seperti terkunci. Tak sepatah katapun kuucapkan, aku hanya terdiam, kagum melihatnya. Otakku berusaha bekerja keras untuk menyusun alfabet yang bertebaran di otak, berusaha merangkai menjadi kata yang lebih tepat untuk diucapkan. Namun, terlampau sulit untuk menyusunnya. Setelah lama tertegun melihatmu, hanya kata "Selamat", yang akhirnya mampu kurangkai dan kuucapkan dengan benar.

Koi, terima kasih kau tak melahap habis diiriku waktu itu, kau hanya menggigiti jari-jari kakiku. Sebuah alasan kenapa aku kembali lagi kemari, meski tempat ini tak senyaman saat itu, karena aku ingin bercerita padamu. Ada resonansi rindu yang akhirnya mempertumukanku dengannya. 


*fiksi*
Lanjutan Ikan-ikan part 1, yang ditulis 6 April 2013

Comments

Popular posts from this blog

Resume Tafsir QS Al Mulk Ayat 1-4 Tafsir Al Azhar

Setelah membaca tafsir Al Azhar pada bagian surat Al Mulk ayat 1-4, ada beberapa hal yang aku highlight. Aku tulis di sini agar lain waktu bisa dibaca kembali resumenya. Semoga juga bermanfaat untuk pembaca 🤗 1 . Mahasuci Dia yang di dalam tanganNya sekalian kerajaan dan Dia atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Menentukan. Kekuasaan yang kekal hanyalah milik Allah. Sedang kekuasaan yang ada pada manusia (jabatan/amanah) hanyalah pinjaman dari Allah. Kapan saja bisa Allah ambil. Karena itu sangat rugi jika kekuasaan digunakan untuk keburukan. Allah maha penentu segala sesuatu yang di langit dan di bumi. Di sini relate juga dengan sains, bahwa dengan menggali rahasia alam semesta kita bisa mendapat pengetahuan tentang segala yang dilihat, didengar, dan diselidiki. Sehingga semakin paham juga mengenai takdir. Bahwa alam semesta ini Allah takdirkan mengikuti ketentuan Allah, saling berhubungan satu dengan yang lainnya.  Segala sesuatu Allah ciptakan dan atur mengikuti sunatullah. Seperti ra

Filosofi Pupus: Hakikat Pupus adalah Bertumbuh

Assalamu'alaikum Sahabat Sophie 😉 Hakikat pupus adalah bertumbuh Kadang aku geli sendiri sama hal-hal yang datang dan pergi tanpa permisi. Datangnya bikin terkejut bahagia, tapi siapa sangka kalau perginya bikin lebih terkejut lagi. Apa iya hidup sebercanda ini? Kadang aku sampai mikir kaya gitu. Meskipun sampai saat ini masih meyakinkan diri, Nggak kok, hidup nggak sebercanda itu, pastilah ada yang sedang Ia rencanakan. Kamu nggak ngerti aja mekanisme kerjaNya untuk memberikan yang terbaik versiNya. Benar-benar unpredictable dan waw banget gitu loh. Maka benar adanya, kita sebagai seorang hamba, harus terus meminta, agar diistiqomahkan dalam menjaga hati, karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu) Selanjutnya, bagaimana kita menjaga hati dan diri agar tak gentar. Seperti lirik lagunya Abbey dan Zoe bareng Bapaknya yang berjudul Pel

Yakinlah, Semua Indah pada Waktunya

Wisuda? alah itu hal biasa, pikirku. Saat itu aku santai-santai aja, bahkan jika harus menunda wisuda, rasanya tak apa. Pertama, ada tanggung jawab moral untuk nungguin dia, gak enak kalo wisuda duluan, padahal dia belum pendadaran. Dia? siapa sih? Yaps, dia adalah partner skripsian saya. Waktu saya sidang duluan aja, saya gak tega sebenernya, sidang duluan sedang dia masih berkutat dengan analisis. Pasca saya sidang, saya pun bisa membaca wajahnya yang begitu sedih dan mungkin marah, karena itulah setelah sidang saya justru sibuk nyariin dia yang entah ilang kemana.  Tapi, kalo saya gak segera yudisium, itu berarti harus bayar SPP lagi, saya sungkan kalo harus minta orang tua buat bayar SPP lagi, apalagi di semester delapan saya harus bayar SPP dan BOP karena gak dapet beasiswa lagi untuk semester itu. Mungkin karena IP semester sebelumnya untuk syarat beasiswa juelek banget, jadi gak lolos seleksi. Hihihihi semester berapa itu, saya lupa, pokoknya IP saya dua koma gitu deh