Bukan Pelit, Pokoknya Bukan Pelit: Cerita Tentang Polpen
Harus banget ya judulnya gitu? Gak papa ya sahabat Sophie~~
Btw, katanya mau ngedit soon, kok belum? Iya maafken, hayati sibuk *sibuk dengan drama kehidupan #tsaaah* Eh ini beneran, besok deh kalo gak berubah pikiran bakal kutulis dramanya hihihihi.
Btw, katanya mau ngedit soon, kok belum? Iya maafken, hayati sibuk *sibuk dengan drama kehidupan #tsaaah* Eh ini beneran, b
Aku bikin tulisan ini karena terharu, dapet kiriman foto polpen di atas. Konon, di Taipe, waktu rapat, aku ngluarin polpen. Buat apa? Yaa buat nulislah! 😜
Tapi, belum kelar rapatnya, polpen yang sedari tadi kupakai buat nyatet menghilang entah ke mana. Partner rapat yang tadi sempet pegang polpenku juga gak ngerti ke mana polpenku pergi. Dicari di kolong meja juga gak ada. Di mana-mana gak ada. Pokoknya gak ada aja.
Terus apa yang aku lakukan?? Mencoba mengikhlaskannya.
Hei, cuma polpen segitunya??
Iya, maafkan aku yang lebay ini.
Polpen ini terlalu bersejarah. Aku beli polpen itu beberapa hari setelah kedatanganku di Taiwan. Belinya di warung mbak Siti. Harganya cuma 20NTD. Aku sengaja beli yang murah, walaupun waktu itu, beli polpen harga 20NTD rasanya sayang banget. Maklum masih kaya kalkulator jalan, semua-muanya masih dikonversi ke rupiah hahaha.
Lah, emang gak punya polpen yak sampai harus beli di Taiwan??
Punya, tapi dipinjem gak kembali. Mana yang pinjem, diingetin malah ngebentak-bentak. Sampai aku dongkol sama tu Bapak. Tapi, aku udah ikhlas kok Pak. Maaf mengungkit-ungkit kejadian di hari riweh di kantor imigrasi lalu, habis Bapak ngeselin :p Tapi sudah saya maafkan dan saya ikhlas kok, kalo liat Bapak saya udah gak kesel lagi kok 😊
Polpen yang hilang itu adalah polpen yang kubeli bareng sama Alif, sebelum dia dan saya sama-sama pergi merantau. Entah kenapa, sayang banget sama tu polpen, karena tiap liat polpennya mengobati kangen saya sama dia. Tapi polpen kesayangan itu tak kembali dengan cara yang menyesakkan dada. Karena itulah, saya sengaja cari polpen yang mirip sebagai penggantinya. Walaupun faktanya gak ada yang mirip. Dan polpen di gambar inilah yang menjadi polpen favorit saya berikutnya. Ke mana-mana kubawa. Walaupun kalau nulis pakai polpen yang lain, biar yang itu awet hahahaha *ada-ada aja*
Setelah raib tanpa tau di mana rimbanya, bagaimana kronologinya, tadi di-WA sama seseorang, yang waktu itu juga ikut rapat, tapi bukan partner yang saya sebut sebelumnya, beda orang lagi ini.
"Mba, polpennya katut di tas saya."
Sudah sebulan mungkin dari peristiwa hilangnya. Sudah lupa juga saya dengan polpen itu. Sudah move on juga saya dengan polpennya. Sudah gak mencari penggantinya lagi sekarang. Dan tiba-tiba dikabari polpen saya ketemu. Terbawa oleh seseorang yang in sya Allah amanah. Hal sepele: mung polpen saja beliau pedulikan.
Karena mengirimnya kok ribet banget, sedangkan ketemu juga probabilitasnya kecil, biarlah polpen itu beliau pakai kalau pas butuh.
Iya, ini sepele, cuma polpen. Bukan karena saya terlalu perhitungan dan pelit dengan barang yang terbilang murah itu *cie sekarang 20NTD dibilang murah hahahahaha*, bukan. Ning, mergo tanggung jawabe, subasitane, lan ora nggampangke perkara cilik. Iku mau sing marahi atiku mak nyesss. Terharu saya.
Terima kasih polpen, sudah mengajarkan untuk ikhlas melepaskan dan tidak mencintai berlebihan. Terima kasih Bapak sudah mengajarkan pula untuk amanah dan tidak menyepelekan hal-hal kecil.
Polpen yang hilang itu adalah polpen yang kubeli bareng sama Alif, sebelum dia dan saya sama-sama pergi merantau. Entah kenapa, sayang banget sama tu polpen, karena tiap liat polpennya mengobati kangen saya sama dia. Tapi polpen kesayangan itu tak kembali dengan cara yang menyesakkan dada. Karena itulah, saya sengaja cari polpen yang mirip sebagai penggantinya. Walaupun faktanya gak ada yang mirip. Dan polpen di gambar inilah yang menjadi polpen favorit saya berikutnya. Ke mana-mana kubawa. Walaupun kalau nulis pakai polpen yang lain, biar yang itu awet hahahaha *ada-ada aja*
Setelah raib tanpa tau di mana rimbanya, bagaimana kronologinya, tadi di-WA sama seseorang, yang waktu itu juga ikut rapat, tapi bukan partner yang saya sebut sebelumnya, beda orang lagi ini.
"Mba, polpennya katut di tas saya."
Sudah sebulan mungkin dari peristiwa hilangnya. Sudah lupa juga saya dengan polpen itu. Sudah move on juga saya dengan polpennya. Sudah gak mencari penggantinya lagi sekarang. Dan tiba-tiba dikabari polpen saya ketemu. Terbawa oleh seseorang yang in sya Allah amanah. Hal sepele: mung polpen saja beliau pedulikan.
Karena mengirimnya kok ribet banget, sedangkan ketemu juga probabilitasnya kecil, biarlah polpen itu beliau pakai kalau pas butuh.
Iya, ini sepele, cuma polpen. Bukan karena saya terlalu perhitungan dan pelit dengan barang yang terbilang murah itu *cie sekarang 20NTD dibilang murah hahahahaha*, bukan. Ning, mergo tanggung jawabe, subasitane, lan ora nggampangke perkara cilik. Iku mau sing marahi atiku mak nyesss. Terharu saya.
Terima kasih polpen, sudah mengajarkan untuk ikhlas melepaskan dan tidak mencintai berlebihan. Terima kasih Bapak sudah mengajarkan pula untuk amanah dan tidak menyepelekan hal-hal kecil.
------------------------------------------------------------------------
Bahagia itu sederhana, seperti saat dapet pesan polpen saya ditemukan, lalu saya senyum-senyum sendiri.
Comments
Post a Comment