Jalan Kembali
30 Agustus 2018, masih kuingat jelas bagaimana kulewati pagi itu. Bercampur antara excited, bahagia, juga cemas. Setelah semalaman kuselesaikan materi power pointnya, ya begitulah balada deadliner yang belum juga luntur, pagi harinya tak minat kulirik lagi. Bukannya sudah dirapal materinya, tidak, tapi aku terlalu cemas, takut terjebak macet dan terlambat sampai di kelas. Setelah selesai siap-siap, aku minta mbak Yulia segera mengantarku menuju jalan raya.
Sebelum akhirnya mbak Yulia mengantarku sampai ujung jalan raya, beliau mengajakku mampir ke warung dulu. Dibekalilah aku sebungkus nasi sayur, sate telur puyuh, ditambah lagi sebungkus rendang bikinan Mamanya yang dibawa langsung dari Bekasi. Masyaa Allah. Betapa aku merasa sangat beruntung dikelilingi orang-orang baik hati begini. Jazakumullah khairan katsiran mbak Yulia dan mbak Sri.
Sesampainya di kampus, langsung kutuju gedung sesuai yang disebut oleh dosen pembimbingku di pesan singkat. Rupanya aku terlalu pagi, sampai di lantai tiga semua kelas masih kosong senyap. Karena takut sendiri #eaa wkwkwkwk aku pun turun lagi. Setelah menemukan tempat yang nyaman, kubuka bekal sarapan pagi super super istimewa tadi. Selesai menikmatinya, kudapati pesan untuk menuju ruang beliau dulu sebelum ke kelas. Meski sebenarnya itu buang-buang waktu, tapi kuiyakan saja 😅 Dan senangnya, ternyata ngobrol sebentar dengan beliau bisa merontokkan cemas yang sedari tadi datang dan pergi menghantui.
Meski cemas masih saja ada, tapi aku excited banget untuk ketemu adek-adek unyu #hyaaa. Lah, iya, aku merasa mereka ini masih unyu-unyu banget, dan aku mendadak too old #LOL
Setelah resah dan gelisah yang akhirnya kutumpahkan semua pada pak Mawan malam itu di sepanjang Xindian River, aku menemukan jawaban kegelisahanku. Aku seperti kembali ditarik ke jalur peredaranku pagi itu. Perasaan bahagia yang kucari-cari itu, rupanya bisa kudapat dengan cara ini. Sebuah jalan yang tanpa sadar sudah mulai kubangun pondasinya, meski seringkali temboknya rubuh dihantam badai, kembali dibangun, dilanjutkan lagi pembangunannya, tapi sesekali masih saja kembali doyong, reot oleh cemas yang tak jelas. Pagi itu aku semacam mendapat kode, "Sudah jangan ragu, bahagiakan berada dalam track ini?" Tanpa kusadari aku senyum-senyum sendiri. Ah, begini toh rasanya. Nikmat juga. Siapa bilang ngeri? Hanya perlu memantaskan diri. Seperti nasihat Icha kapan hari, "Cuma perlu upgrade diri, biar bisa mengimbangi."
Pagi itu, aku mendapati jawaban atas kegelisahanku. Mendapati jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang kubuat sendiri. Terima kasih Pak, telah membuka ruang untuk bisa berbagi. Semoga ada kesempatan berkolaborasi lagi, aamiin.
Pengalaman pagi itu, seperti sebuah jalan untuk kembali, menuju harapan dan mimpi-mimpi yang belakangan entah bagaimana ceritanya bisa berhamburan, terkikis oleh ketakutan dan cemas yang tak bertuan.
Comments
Post a Comment