Ikan #3 : the last part


(source image: semuaikan.com)

Kukunjungi lagi kolam yang dulu nyaman itu. Tapi, apalah yang kutemui. Hanya tinggal kenangan. Tak ada lagi ikan-ikan gendut yang berenang kesana kemari, lalu menggerombol riuh saat pelet ditebar ke permukaan air. Kolam telah menjelma jadi sebuah rumah milik paman. Bambu-bambu china yang dulu ada, kini juga telah berganti jadi pagar besi yang menjulang.

Ya, begitulah. Tempat nyaman itu, kini tersimpan rapi dalam memori, yang bisa kusinggahi sepanjang hari, jika aku menginginkannya. Jika aku menginginkannya.

Tapi, keinginan itu telah tenggelam, seperti sang surya yang muram ditelan kegelapan malam. 

***

"Koi, terima kasih dulu senantiasa sabar mendengar celotehku yang seperti buih di lautan," kataku pelan ketika meninggalkan belakang rumah paman.

***

Seperti kolam dan ikan, dia pun menjadi bagian yang dengan mudah bisa kuhadirkan setiap waktu, kapanpun, jika aku mau. Jika aku mau. Tak lagi seperti dulu, yang bahkan untuk bertemu harus menunggu takdir beresonansi dengan temu. Menghitung probabilitasnya saja membuat kelu. 

Dia telah kusimpan rapi di sebuah kotak memori, kusimpan dengan hati-hati, agar tak mudah digapai, apalagi tanpa sengaja menyenggolnya dan membuat berhamburan di udara. Tempat terbaik untuknya: entah dengan kata apa aku harus menyebutnya, di sana dia baik-baik saja. 


Note:
Tulisan pamungkas dari serial Ikan  dan ikan, lunas yes untuk mengupdate sebelum tahun 2017 berakhir seperti yang kutulis di postingan sebelumnya

Comments