Mengeja Kehidupan

Assalamu'alaikum Sahabat Sophie~~
Postingan kali ini untuk menggantikan postingan penuh bintang kemarin ya 😅  Mohon dimaafkan juga kalau nanti isinya emosional 😂

Kalau Sahabat Sophie mengikuti tulisan saya belakangan ini, kelihatan banget kan, betapa emosinya saya. Hiks. Kalau dianalogikan tubuh, maka imunitas tubuh ini sedang menurun, jadi gampang mbeler-mbeler gitu. Tapi ini imunitas hatiku yang mungkin sedang buruk, jadinya dikit-dikit baper, dikit-dikit nangis 😭😭😭 

Dan yang menyebalkan, sebagai seorang introvert yang masih trauma cerita ke orang, aku benar-benar picky memilih teman curhat dan yang ada malah kuceritain di blog wkwkwkwk, ampun deh ya 🙈🙈 Bahkan kemarin saat bener-bener pengen nangis, tapi tengsin nangis di kamar, akhirnya aku bela-belain nyalain laptop dan streaming dorama. Alibi aja sih, biar pas nangis dikiranya karena alur ceritanya yang menyayat-nyayat hati hahaha. Padahal alur ceritanya mah datar-datar aja, tapi air mataku udah menganak sungai, bahkan sejak lima menit pertama episode pertama 😢 hahaha


Something just happened in my life. Sebenarnya saya sudah antisipasi menyiapkan hati yang lapang, penerimaan yang luas, jika apa yang diikhtiarkan dan disemogakan bukan menjadi ketetpan yang Ia tuliskan untukku, tapi ternyata tak semudah itu.

***
"Allah telah menetapkan takdir makhluk ini sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jarak waktu lima puluh ribu tahun. Dan 'Arsy-Nya di atas air," diriwayatkan Imam Muslim.

Sahabat Sophie, mengimani qada dan qadar adalah perintahNya, pun megupayakan qada muallaq sebaik-baiknya juga anjuranNya, meskipun jika hasil akhir masih belum sesuai keinginan hati, maka sabar adalah penerimaan terbaiknya, dan memunguti hikmah sebagai bagian pembelajaran terbaiknya.

Namun, aku sebagai manusia biasa, yang masih terbata mengeja hikmah kehidupan, seringkali disergap perasaan sedih, galau, juga kacau selama proses pembacaan hikmah itu. Ah, harusnya lebih kau panjangkan lagi sabarmu, Sar, bukan menuruti hatimu yang fluktuatif seperti gerak Brownian. Tapi ya begitulah, kadang sensitifitas terlalu tinggi, yang akhirnya suka mrebes mili sendiri kalo teringat. Mencoba sekuat hati menerima apa-apa yang terjadi, menanamkan kuat-kuat pada diri, PASTI ADA HIKMAHNYA, tapi ini tak semudah membalikkan telapak tangan.

Rentang waktu yang membentang selama mengeja hikmah kehidupan ini sering kali menjadi celah. Celah munculnya perasaan sedih, kecewa, dan lainnya. Walaupun pada akhirnya, untuk hal-hal yang telah berlalu dalam hidupku, apa yang dulu kutangisi selama mengeja hikmahnya, kini bisa kuingat-ingat sambil kutertawakan sendiri.

Tapi, itupun juga setelah berproses, setelah sekian waktu, kemudian baru aku bisa membaca hasil pengejaan takdir kehidupanku.


Tak apa lah ya, jika masih butuh waktu untuk mengeja hikmahnya. Teruskan saja langkahmu, meski berat, meski harus tertatih, atau bahkan jika harus dengan terseok-seok. Suatu ketika, saat kau sudah pandai membaca hikmahnya, tengoklah kebelakang, lihat sudah seberapa jauh kau langkahkan kakimu untuk hijrah pada keadaan yang lebih baik. Tengoklah, betapa kamu juga menjadi lebih tangguh dan pandai menyukuri nikmatNya. Suatu saat nanti, kau pun bisa melengkungkan bibir, bahkan menertawai kelucuan sikapmu sekarang ini.

Kalau sekarang masih terbata-bata, tanamkan saja perasaan yakin dalam dada, perbanyak doa, dan terus melangkahlah!

Comments