Kopi Keempat

Kopi dari si Ganteng
(sumber: foto koleksi pribadi)
Masih teringat betul, hari itu, demi seorang cowok ganteng yang mau ujian, aku rela begadang untuk menemaninya. Sebetulnya lelah, kalau bisa dilimpahkan ke orang lain dan tega, pasti aku akan menolaknya. Tapi kegantengannya membuatku tidak bisa menolaknya! Eh bukan, tapi rasa kemanusiaanku yang membuatku tak bisa menolaknya. Jarang-jarang dia minta ditemeni belajar, apalagi sadar diri menyiapkan buat ujian esok hari, sebelumnya, dikejar-kejar tetep kekeh, mending tidur dari pada belajar. Kesadarannya hari itu membuatku trenyuh dan tersentuh, jadi meski mata kriyip-kriyip aku berusaha bertahan. 

"Nih, Mba," katanya mengejutkanku ketika tiba-tiba maktekluk karena ketiduran, dan dia dengan senyum ganteng nan tulusnya berdiri didepanku sembari menyodorkan secangkir kopi hitam hangat.

Kuminum habis, penuh suka cita dan bahagia meneguknya, karena dia yang membuatkannya.

Lalu, hari berikutnya, selama pagi semua baik-baik saja, tapi menjelang siang, mulailah terasa ada yang tak beres dengan kepalaku, pening, juga perutku, mual. Ah, paling hanya pusing biasa. Alah paling cuma mual biasa. Menguat-kuatkan diri, demi apa? Biar aku bisa ke Jogja! Hari itu aku berjanji akan menemui si cantik dari Timur. 

Sudah siap semua, jaket, masker, kaos tangan, tinggal ngeluarin motor dan cus aja. Pukul 14.00 aku mulai ragu, bimbang antara segera berangkat atau tidur dulu, karena peningku semakin menjadi-jadi. Ya, aku memilih sejenak tidur dulu. Pukul 15.00 bukannya semakin membaik, perutku yang semakin menjadi-jadi. Mual yang aneh. Sejak pukul 15.00 mulailah muntah yang pertama. Terasa lega. Tapi, hanya jeda beberapa menit, muntah lagi. Dan dalam satu jam hampir lima kali muntah. Dan fix, akhirnya kukirim sebuah pesan, "Maaf gak jadi ke Jogja." Hiks, sedih sekali, kesempatan langka itu lenyap. Namun bersyukur, karena pilihan menyedihkan itu, rupanya yang terbaik. Tak terbayang jika aku nekat motoran ke Jogja dengan kondisi seperti itu. Setelah kukirimkan pesan yang membuat kami sama-sama patah hati, sampai pukul 20.00 entah sudah berapa belas kali aku muntah. Sampai akhirnya, ketika Bapak pulang, aku langsung dibawa ke klinik. Dan muntah baru berhenti ketika aku benar-benar tidur malam itu. 

Hasil introgasi oleh ahli medik, diperkirakan, pemicunya adalah kopi. Jaman heboh kopi sianida, dan aku juga tepar gegara kopi. Sejak saat itu, aku belajar untuk stop ngopi.

Tapi apa daya, ternyata benteng pertahananku untuk stop ngopi mulai rubuh. Pasca tragedi kopi item bikinan si ganteng itu, hari ini sudah kopi keempat! 

Mana bisa, melewatkan voucher gretongan. Saat tetiba, temen lab tanya, "Sarah, kamu minum kopi?" "Iya." "Kalau gitu, nih aku kasih voucher kopi, tinggal dituker ke sevel." Ahhhh pas banget, buat temen begadang besok! Setelah kutahan-tahan beberapa hari, aku membidik untuk menukarnya dihari spesial, ya dihari saat aku perlu bertahan untuk persiapan exam karena sebelumnya belum sempat baca materinya sama sekali dan hanya bisa fokus untuk presentasi paper. Samar-samar, khawatir, kalo pasca ngopi pertama ini, aku bakal tepar, pas menukarnya pun jadi banyak pertimbangan. Tapi karena butuh melek, akhirnya kutuker juga. Dapet Americano Coffe, dasar levelnya kapi coklat, dapet kopi item, sampai kos minumnya ditambah gula banyak banget. Dan warbiasyah, aku tahan begadang sampai subuh, jam 5 pagi. Adzan subuh matiin alarm, tidur bentar, bangun, cuci muka doang, lanjut baca materi lagi, dan berangkat ujian. Kelar ujian mata sudah gak tahan, pengen merem, tapi PR soft matter yang bejibun belum tersentuh. Pengen nangis, tapi apa daya, nangis hanya menghabiskan waktu (sok tegar padahal habis itu beneran tepar).

Kopi kedua
(sumber: koleksi foto pribadi)

Kopi kedua ternyata aku juga tak bisa menolaknya. Bukan karena gretongan lagi, tapi itulah satu-satunya minuman yang tersaji saat menemani tamu dari UGM berkunjung ke NCU. Khawatir dengan efek sampingnya? Jujur iya! Tapi bersyukur kopi kedua hanya bikin sedikit kembung, cuma gak sampai limbung.

Kopi ketiga yang paling ngeri. Belum pernah aku ngopi pagi-pagi, biasanya ngopi sore hari, hanya untuk menyugesti biar malemnya melek. Karena kebiasaan tidur awal, jadi ngopi atau enggak seringnya ya gak ngefek, tetep aja tidur awal. Pagi setelah jamaah solat subuh, disuguhi kopi. Perut kosong. Dan kasihan yang udah mbikinin kalo gak diminum. Bersyukur sekali, meski anomali, minum kopi pagi-pagi, tapi semua masih terkendali.

Ternyata, malam ini sudah kopi keempat! Kalo yang ini sadar diri bikinnya, meski gretongan lagi, tapi bikin sendiri, untuk pertama kalinya pasca tragedi kopi. 

Dear kopi, kita temenan lagi ya, gak sering-sering deh, kalo butuh aja. Baik-baik sama aku ya :)

Comments