Kopi

Awalnya, kukira ini adalah ramuan yang pas untuk menghandle segala yang menumpuk. Sesaat itu, aku sudah menyusun rencana kedepannya akan berteman dengan si hitam yang manis. Mengapa? Karena kali itu dia begitu bersahabat. Setia hingga pagi tiba dan semua bekerja dengan baik.

Rencananya, esok dan hari-hari berikutnya sama. Ramuan hitam manis itu lagi. Sayang, belum juga malam, terkapar sudah. Magg yang seringnya biasa-biasa saja, hari itu menjadi-jadi. 

Sorenya, muntah bertubi-tubi. Bahkan seteguk air putih pun tak bisa diterima. Hanya singgah dalam hitungan detik, lalu keluar lagi.

Kopi oh kopi~~~

Ada beberapa hal yang membuatku sedih hari itu. Pertama, akhirnya aku gagal bertemu seseorang yang sudah janjian jauh-jauh hari. Sedihnya lagi, bertemu dengan dia adalah kesempatan langka. Paska kepulangannya dari luar jawa, dia menetap di jawa bagian timur. Hari itu, setelah aku menunda sehari bertemu dengannya, ternyata aku harus menunggu hingga entah kapan waktu diantara kami berjodoh. Kedua, selain merasa pehape tingkat dewa dengan dia, aku merasa pehape juga dengan si nips. Batal juga aku bertemu dia, batal ngrecokin dia. Ketiga, rencanaku menyelesaikan semua dokumen yang harus diserahkan hari Senin juga gagal. Penyebab semua ini adalah minum kopi di saat yang salah -pas asam lambung tinggi-.

(Ketikan jaman purbakala, lupa kapan tepatnya)

~~~~

Setelah berbulan-bulan lalu aku terkapar karena secangkir kopi dan menjadi sosok pehape, dia mengontakku kemarin malam. Menanyakan keberadaanku. Sepertinya rindu sedang menjangkitinya. Ingin bertemu katanya. Sayangnya, kini jarak semakin nyata. Dan kami saling berhutang: bertemu satu sama lain.

Mungkin nanti, saat jarak dan waktu bisa saling didamaikan. Kangen kamu mba Rif~~~ sungguh! :*






Comments