Bintang dan Ksatria Jatuh
Aku tak hanya berteman dengan ilalang, yang tumbuh liar dan terkadang menggerogoti, membuat emosi. Sejak kegilaanku pada dunia baru tumbuh subur, aku mengenal sang bintang itu. Bintang terang di langit biru. Ya, memang begitulah namanya. Kegilaan pada bidang yang sama, membuat kami beresonansi.
Suatu hari, kala malam beradu dengan hari, maka jam malamlah yang h
arus ditaati. Bukan 'parno' pada aura mistis yang katanya semakin kental di malam hari, namun ketakutan jikalau gerbang sudah tak menanti. Kapok diri ini, terlunta-lunta entah mau kemana karena tak bisa masuk rumah. Hari ini, ketakutan itu terulang lagi. Takut tak dapat menerobos gerbang di akhir jam malam.
Sayangnya, aku sangat menikmati malam ini. Malam terkikis menjelang pagi dan ketakutan akan jam malam entah menyublim kemana. Kapok hanya dibibir saja, nyatanya tak jera kalau-kalau terkunci diluar lagi. Parah. Malam yang kian memanas, mengganas. Satu per satu bertumbangan, dilain pihak yang lain semakin kentara, inilah sosok calon 'juara'. Ritme bantingan, circle, tangkis, dan menggunting kian memanja mata, menanti dia menjadi juara.
Lain lagi untuk sang Bintang. Malam ini, ia tak takut tak bisa pulang bukan karena ia bawa kunci. Tapi keberadaannya di sana, seolah memberi atmosfer lain, mungkin.
Seolah-olah ada yang memaksanya harus bertahan tetap tinggal. Meski mata sudah memerah dan menyipit tanda kantuk, namun penantiannya luar biasa. Menanti sang ksatria yang akan berjuang, menoreh sejarah untuk selalu dikenang. Bintang yang hangat, yang sedari tadi duduk di sebelahku ini, tak dinyana menyimpan kerisauan, kekhawatiran.
Menuju penghujung malam, ksatria bergolak. Tampil tangguh dan memukau. Sayang, akumulasi hasil banting dan segala macam pukul tendang, tak mampu membuatnya melaju lagi. Diakhir pertemuan, aku melihatnya, Ksatria menadahkan tangannya dan berujar "maaf". Bintang pun akan tetap bersinar, entah siang atau malam. Maka jawabnya adalah "sungguh luar biasa penampilanmu, aku salut."
Entah apa kekhawatirannya, tapi Bintang tetap bersinar, memberi cahaya pada Ksatria yang sedang terjatuh --dan mungkin terluka--.
Suatu hari, kala malam beradu dengan hari, maka jam malamlah yang h
arus ditaati. Bukan 'parno' pada aura mistis yang katanya semakin kental di malam hari, namun ketakutan jikalau gerbang sudah tak menanti. Kapok diri ini, terlunta-lunta entah mau kemana karena tak bisa masuk rumah. Hari ini, ketakutan itu terulang lagi. Takut tak dapat menerobos gerbang di akhir jam malam.
Sayangnya, aku sangat menikmati malam ini. Malam terkikis menjelang pagi dan ketakutan akan jam malam entah menyublim kemana. Kapok hanya dibibir saja, nyatanya tak jera kalau-kalau terkunci diluar lagi. Parah. Malam yang kian memanas, mengganas. Satu per satu bertumbangan, dilain pihak yang lain semakin kentara, inilah sosok calon 'juara'. Ritme bantingan, circle, tangkis, dan menggunting kian memanja mata, menanti dia menjadi juara.
Lain lagi untuk sang Bintang. Malam ini, ia tak takut tak bisa pulang bukan karena ia bawa kunci. Tapi keberadaannya di sana, seolah memberi atmosfer lain, mungkin.
Seolah-olah ada yang memaksanya harus bertahan tetap tinggal. Meski mata sudah memerah dan menyipit tanda kantuk, namun penantiannya luar biasa. Menanti sang ksatria yang akan berjuang, menoreh sejarah untuk selalu dikenang. Bintang yang hangat, yang sedari tadi duduk di sebelahku ini, tak dinyana menyimpan kerisauan, kekhawatiran.
Menuju penghujung malam, ksatria bergolak. Tampil tangguh dan memukau. Sayang, akumulasi hasil banting dan segala macam pukul tendang, tak mampu membuatnya melaju lagi. Diakhir pertemuan, aku melihatnya, Ksatria menadahkan tangannya dan berujar "maaf". Bintang pun akan tetap bersinar, entah siang atau malam. Maka jawabnya adalah "sungguh luar biasa penampilanmu, aku salut."
Entah apa kekhawatirannya, tapi Bintang tetap bersinar, memberi cahaya pada Ksatria yang sedang terjatuh --dan mungkin terluka--.
Comments
Post a Comment